Kamis, 03 Oktober 2013

Undang-undang sistem bagi hasil perikanan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai salah satu usaha untuk menuju kearah perwujudan masyarakat sosialis Indonesia pada umumnya, khususnya untuk meningkatkan taraf hidup para nelayan penggarap dan penggarap tambak serta memperbesar produksi ikan, maka pengusahaan perikanan secara bagi-hasil, baik perikanan laut maupun perikanan darat, harus diatur hingga dihilangkan unsur-unsurnya yang bersifat pemerasan dan semua fihak yang turut serta masing-masing mendapat bagian yang adil dari usaha itu; b. bahwa selain perbaikan daripada syarat-syarat perjanjian bagi-hasil sebagai yang dimaksudkan diatas perlu pula lebih dipergiat usaha pembentukan koperasi-koperasi perikanan, yang anggota-anggotanya terdiri dari semua orang yang turut serta dalam usaha perikanan itu; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat 1 jo pasal 20 ayat 1 serta pasal 27 ayat 2 dan pasal 33 Undang- undang Dasar; 2. Undang-undang No. 5 tahun 1960 (Lembaran-Negara tahun 1960 No. 104); 3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. II/ MPRS/1960 jo Resolusi Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. I/MPRS/1963; 4. Undang-undang No. 10 Prp tahun 1960 (Lembaran-Negara tahun 1960 No. 31) jo Keputusan Presiden No. 239 tahun 1964; Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG MEMUTUSKAN Menetapkan : UNDANG – UNDANG tentang BAGI HASIL PERIKANAN BAB I Arti Beberapa Istilah Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan: a. perjanjian bagi-hasil ialah perjanjian yang diadakan dalam usaha penangkapan atau pemeliharaan ikan antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap atau pemilik tambak dan penggarap tambak, menurut perjanjian mana mereka masing-masing menerima bagian dari hasil usaha tersebut menurut imbangan yang telah disetujui sebelumnya; b. nelayan pemilik ialah orang atau badan hukum yang dengan hak apapun berkuasa atas sesuatu kapal/perahu yang dipergunakan dalam usaha penangkapan ikan dan alat-alat penangkapan ikan; c. nelayan penggarap ialah semua orang yang sebagai kesatuan dengan menyediakan tenaganya turut serta dalam usaha penang kapan ikan laut; d. pemilik tambak ialah orang atau bada hukum yang dengan hak apapun berkuasa atas suatu tambak; e. penggarap tambak ialah orang yang secara nyata, aktif menyediakan tenaganya dalam usaha pemeliharaan ikan darat atas dasar perjanjian bagi-hasil yang diadakan dengan pemilik tambak; f. tambak ialah genangan air yang dibuat oleh orang sepanjang pantai untuk pemeliharaan ikan dengan mendapat pengairan yang teratur; g. hasil bersih ialah: • bagi perikanan laut: hasil ikan yang diperoleh dari penangkapan, yang setelah diambil sebagian untuk "lawuhan" para nelayan penggarap menurut kebiasaan setempat, dikurangi dengan beban-beban yang menjadi tanggungan bersama dari nelayan- nelayan dan para nelayan penggarap, sebagai yang ditetapkan didalam pasal 4 angka 1 huruf a; • bagi perikanan darat: sepanjang mengenai ikan pemeliharaan yang diperoleh dari usaha tambak yang bersangkutan dkurangi dengan beban-beban yang menjadi tanggungan bersama dari pemilik tambak dan penggarap tambak, sebagai yang ditetapkan di dalam pasal 4 angka 2 huruf a; h. ikan pemeliharaan ialah ikan yang sengaja dipelihara dari benih yang pada umumnya diperoleh dengan jalan membeli; i. ikan liar adalah ikan yang terdapat di dalam tambak dan tidak tergolong ikan pemeliharaan. BAB II Pembagian Hasil Usaha Pasal 2 Usaha perikanan laut maupun darat atas dasar perjanjian bagi-hasil harus diselenggarakan berdasarkan kepentingan bersama dari nelayan pemilik dan nelayan penggarap serta pemilik tambak dan penggarap tambak yang bersangkutan, hingga mereka masing-masing menerima bagian dari hasil usaha itu sesuai dengan jasa yang diberikannya. Pasal 3 (1) Jika suatu usaha parikanan diselenggarakan atas dasar perjanjian bagi-hasil, maka dari hasil usaha itu kepada fihak nelayan penggarap dan penggarap tambak paling sedikit harus diberikan bagian sebagai berikut: 1) perikanan laut: a. jika dipergunakan perahu layar: minimum 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari hasil bersih; b. jika dipergunakan kapal motor: minimum 40% (empat puluh perseratus) dari hasil bersih 2) perikanan darat: a. mengenai hasil ikan pemeliharaan: minimum 40% (empat puluh perseratus) dari hasil bersih; b. mengenai hasil ikan liar: minimum 60% (enam puluh perseratus) dari hasil kotor. 3) Pembagian hasil diantara para nelayan penggarap dari bagian yang mereka terima menurut ketentuan dalam ayat 1 pasal ini diatur oleh mereka sendiri, dengan diawasi oleh Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan untuk menghindarkan terjadinya pemerasan, dengan ketentuan, bahwa perbandingan antara bagian yang terbanyak dan yang paling sedikit tidak boleh lebih dari 3 (tiga) lawan 1 (satu). Pasal 4 Angka bagian fihak nelayan penggarap dan penggarap tambak sebagai yang tercantum dalam pasal 3 ditetapkan dengan ketentuan, bahwa beban-beban yang bersangkutan dengan usaha perikanan itu harus dibagi sebagai berikut: 1. Perikanan laut: a. beban-beban yang menjadi tanggungan bersama dari nelayan pemilik dan fihak nelayan penggarap: ongkos lelang, uang rokok/jajan dan biaya perbekalan untuk para nelayan penggarap selama di laut, biaya untuk sedekah laut (selamatan bersama) serta iuran- iuran yang disyahkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan seperti untuk koperasi, dan pembangunan perahu/kapal, dana kesejahteraan, dana kematian dan lain-lainnya; b. beban-beban yang menjadi tanggungan nelayan pemilik: ongkos pemeliharaan dan perbaikan perahu/kapal serta alat-alat lain yang dipergunakan, penyusutan dan biaya eksploitasi usaha penangkapan, seperti untuk pembelian solar, minyak, es dan lain sebagainya. 2. Perikanan darat: a. bahan-bahan yang menjadi tanggungan bersama dari pemilik tambak dan penggarap tambak, uang pembeli benih ikan pemeliharaan, biaya untuk pengeduk saluran (caren), biaya-biaya untuk pemupukan tambak dan perawatan pada pintu-air serta saluran, yang mengairi tambak yang diusahakan itu; b. bahan-bahan yang menjadi tanggungan pemilik tambak; disediakannya tambak dengan pintu-air dalam keadaan yang mencukupi kebutuhan, biaya untuk memperbaiki dan mengganti pintu-air yang tidak dapat dipakai lagi serta pembayaran pajak tanah yang bersangkutan; c. bahan-bahan yang menjadi tanggungan penggarap tambak: biaya untuk menyelenggarakan pekerjaan sehari-hari yang berhubungan dengan pemeliharaan ikan didalam tambak, dan penangkapannya pada waktu panen. Pasal 5 (1) Jika menurut kebiasaan setempat pembagian bahan-bahan yang bersangkutan dengan usaha perikanan itu telah diatur menurut ketentuan alam pasal 4, sedang bagian yang diterima oleh fihak nelayan penggarap atau penggarap tambak lebih besar dari pada yang ditetapkan dalam pasal 3, maka aturan yang lebih menguntungkan fihak nelayan penggarap atau penggarap tambak itulah yang harus dipakai. (2) Dengan tidak mengurangi apa yang ditentukan dalam ayat 1 pasal ini, maka jika disesuatu daerah di dalam membagi bahan-bahan itu berlaku kebiasaan yang lain dari pada yang dimaksudkan dalam pasal 4, yang menurut Pemerintah Daerah Tingkat I yang bersangkutan sukar untuk disesuaikan dengan ketentuan dalam pasal tersebut, maka Pemerintah Daerah Tingkat I itu dapat menetapkan angka bagian lain untuk fihak nelayan penggarap atau penggarap tambak dari pada yang ditetapkan dalam pasal 3, asalkan dengan demikian bagian yang diberikan kepada nelayan penggarap atau penggarap tambak itu tidak kurang dari pada jika pembagian hasil usaha perikanan yang bersangkutan diatur menurut ketentuan pasal 3 dan 4 tersebut di atas. Penetapan Pemerintah Daerah Tingkat I itu memerlukan persetujuan dari Menteri Perikanan. BAB III Syarat-syarat Bagi Penggarap Tambak Pasal 6 Yang diperbolehkan menjadi penggarap tambak hanyalah orang-orang warganegara Indonesia yang secara nyata aktif menyediakan tenaganya dalam usaha pemeliharaan ikan darat danyang tambak garapannya, baik yang dimilikinya sendiri atau keluarganya maupun yang diperolehnya dengan perjanjian bagi-hasil, luasnya tidak akan melebihi atas maksimum, sebagaimana yang ditetapkan menurut ketentuan Undang-Undang No. 56 Prp tahun 1960 (Lembaran-Negara tahun 1960 No. 174); BAB IV Jangka Waktu Perjanjian Pasal 7 (1) Perjanjian bagi-hasil diadakan untuk waktu paling sedikit 2 (dua) musim, yaitu 1 (satu) tahun berturut-turut bagi perikanan laut dan paling sedikit 6 (enam) musim, yaitu 3 (tiga) tahun berturut-turut bagi perikanan darat, dengan ketentuan bahwa jika setelah jangka waktu itu berakhir diadakan pembaharuan perjanjian maka para nelayan penggarap dan penggarap tambak yang lamalah yang diutamakan. (2) Perjanjian dan bagi-hasil tidak terputus karena pemindahan hak atas perahu/kapal, alat-alat penangkapan ikan atau tambak yang bersangkutan kepada orang lain. Di dalam hal yang demikian maka semua hak dan kewajiban pemiliknya yang lama beralih kepada pemilik yang baru. (3) Jika seorang nelayan penggarap atau penggarap tambak meninggal dunia, maka ahli warisnya yang sanggup dan dapat menjadi nelayan penggarap tambak dan menghendakinya, berhak untuk melanjutkan perjanjian bagi-hasil yang bersangkutan, dengan hak dan kewajiban yang sama hingga jangka waktunya berakhir. (4) Perjanjian bagi-hasil sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian hanya mungkin di dalam hal-hal dan menurut ketentuan dibawah ini: a. atas persetujuan kedua belah fihak yang bersangkutan; b. dengan izin panitia Land Reform Desa jika mengenai perikanan darat atau suatu panitya Desa yang akan dibentuk jika mengenai perikanan laut, atas tuntutan pemilik, jika nelayan penggarap atau penggarap tambak yang bersangkutan tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya; c. jika penggarap tambak tanpa persetujuan pemilik tambak menyerahkan pengusaha tambaknya kepada orang lain. (5) Pada berakhirnya perjanjian bagi-hasil baik karenaberakhirnya jangka waktu perjanjian maupun karena salah satusebab tersebut pada ayat 4 pasal ini, nelayan penggarap dan penggarap tambak wajib menyerahkan kembali kapal/perahu, alat-alat penangkapan ikan dan tambak yang bersangkutan kepada nelayan pemilik dan pemilik tambak dan dalam keadaan baik. BAB V Larangan-Larangan Pasal 8 (1) Pembayaran uang atau pemberian benda apapun juga kepada seorang nelayan pemilik atau pemilik tambak, yang dimaksudkan untuk diterima sebagai nelayan penggarap tambak, dilarang. (2) Pelanggaran terhadap larangan tersebut pada ayat 1 Pasal ini mengakibatkan, bahwa uang atau harga benda yang diberikan itu dikurangkan pada bagian nelayan pemilik atau pemilik tambak dan hasil usaha perikanan yang bersangkutan dan dikembalikan kepada nelayan penggarap atau penggarap tambak yang memberikannya. (3) Pembayaran oleh siapapun kepada nelayan pemilik, pemilik tambak ataupun para nelayan penggarap dan penggarap tambak dalam bentuk apapun juga yang mempunyai unsur ijon, dilarang. (4) Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana dalam pasal 20 maka apa yang dibayarkan tersebut pada ayat 3 pasal ini tidak dapat dituntut kembali dalam bentuk apapun. Pasal 9 (1) Sewa-menyewa dan gadai-menggadai tambak dilarang, kecuali untuk keperluan yang sangat mendesak selama jangka waktuyang terbatas ataupun keperluan penggaraman rakyat, setelah ada izin khusus dari Asisten Wedana/Kepala Kecamatan yang bersangkutan. (2) Perjanjian sewa-menyewa tambak yang ada pada waktu mulai berlakunya Undang-undang ini harus dihentikan setelah ikan yang dipelihara sekarang ini selesai dipanen. (3) Mengenai gadai-menggadai tambak yang ada pada waktu mulai berlakunya Undang- undang ini berlaku ketentuan dalam pasal 7 Undang-undang No. 5 Prp tahun 1960 (Lembaran-Negara tahun 1960 No. 174). BAB VI Usaha Perikanan Atas Upah dan Sewa Pasal 10 (1) Jika suatu usaha perikanan laut diselenggarakan oleh suatu perusahaan yang berbentuk badan-hukum, dengan memberi upah tertentu kepada para buruh nelayan, maka penetapan besarnya upah tersebut dilakukan dengan persetujuan Menteri Perburuhan, setelah mendengar Menteri Perikanan dan organisasi-organisasi tani, nelayan dan buruh yang menjadi anggota Front Nasional. (2) Jika suatu usaha perikanan yang tidak termasuk golongan yang dimaksudkan dalam ayat 1 pasal ini diselenggarakan sendiri oleh nelayan pemilik atau pemilik tambak dengan memberi upah tertentu kepada fihak buruh nelayan atau buruh tambak, maka oleh Pemerintah Daerah Tingkat I diadakan peraturan tentang penetapan upah tersebut. (3) Pemerintah Daerah Tingkat I dapat pula mengadakan peraturan tentang persewaan perahu/kapal dan alat-alat penangkapan ikan. (4) Di dalam membuat peraturan yang dimaksudkan dalam ayat 2 dan 3 pasal ini harus diindahkan pedoman-pedoman yang diberikan oleh Menteri Perburuhan dan Menteri Perikanan setelah mendengar organisasi-organisasi tani, nelayan dan buruh yang menjadi anggota Front Nasional. BAB VII Ketentuan Untuk Menyempurnakan dan Kelangsungan Usaha Perikanan Pasal 11 Oleh Pemerintah Daerah Tingkat I dapat diadakan peraturan yang mewajibkan pemilik tambak untuk memelihara dan memperbaiki susunan pengairan pertambakan, disamping saluran- saluran dan tanggul-tanggul yang ada didaerah pertambakan itu sendiri, yang semata-mata dipergunakan untuk kepentingan pertambakan. Pasal 12 Oleh Pemerintah diadakan peraturan tentang pembentukan dan penyelenggaraan dana-dana yang bertujuan untuk menjamin berlangsungnya usaha perikanan, baik perikanan laut maupun perikanan darat serta untuk memperbesar dan mempertinggi mutu produksinya, dalam mana diikut-sertakan wakil-wakil organisasi-organisasi tani dan nelayan yang ditunjuk oleh Front Nasional. Pasal 13 (1) Jika seorang nelayan pemilik perahu/kapal atau lain-lain alat penangkapan ikan, yang biasanya dipakai untuk usaha perikanan dengan perjanjian bagi hasil, tidak bersedia menyediakan kapal/perahu atau alat-alat itu menurut ketentuan-ketentuan peraturan yang dimaksudkan dalam pasal 3 dan 4 atau 5 dan dengan sengaja membiarkannya tidak digunakan, maka Bupati/Walikota/Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan atau pejabat yang ditunjuknya berwenang untuk menyerahkan kepada koperasi perikanan setempat secara sewa-beli dengan nelayan pemilik untuk dipergunakan dalam usaha penangkapan ikan. (2) Syarat-syarat sewa-beli tersebut pada ayat 1 pasal ini ditetapkan secara musyawarah dengan nelayan pemilik yang bersangkutan. Jika cara tersebut tidak membawa hasil, maka syarat-syaratnya ditetapkan oleh Bupati/Walikota/Kepala Daerah Tingkat II, setelah mendengar pertimbangan Dinas Perikanan Laut dan Organisasi-organisasi tani dan nelayan yang menjadi anggota Front Nasional setempat. Terhadap ketetapan Bupati/Walikota/Kepala Daerah Tingkat II tersebut dapat dimintakan banding kepada Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan, yang memberikan keputusan yang mengikat kedua belah fihak. (3) Jika nelayan pemilik kapal/perahu dan alat-alat penangkapan ikan itu tidak bersedia menerima uang persewaan sebagai yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota/Kepala Daerah Tingkat II atau Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I tersebut pada ayat 2 pasal ini, maka oleh koperasi yang bersangkutan uang itu disimpan pada Bank Koperasi Tani dan Nelayan setempat atas nama dan biaya nelayan pemilik tersebut. Pasal 14 (1) Jika seorang pemilik tambak yang biasanya diusahakan denganperjanjian bagi-hasil dengan sengaja tidak bersedia menyediakan tambaknya itu menurut ketentuan-ketentuan peraturan yang dimaksudkan dalam pasal 3 dan 4 atau 5 dan membiarkannya tidak diusahakan secara lain, maka Asisten Wedana/Kepala Kecamatan yang bersangkutan berwenang untuk menyerahkannya kepada seorang atau beberapa orang penggarap tambak dengan perjanjian bagi-hasil. Di dalam hal ini maka pada azasnya mereka yang biasa menggarap tambak tersebut akan diutamakan (2) Jika pemilik tambak tersebut pada ayat 1 pasal ini tidak bersedia untuk menerima bagiannya sebagai yang ditetapkan menurut ketentuan dalam peraturan yang dimaksudkan dalam pasal 3 dan 4 atau 5, maka setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang menjadi beban pemilik sisa bagian pemilik tambak itu oleh penggarap tambak disimpan pada Bank Koperasi Tani dan Nelayan setempat atas nama dan biaya pemilik tersebut. BAB VIII Kesejahteraan Nelayan Penggarap, Penggarap Tambak dan Buruh Perikanan Pasal 15 (1) Di daerah-daerah di mana terdapat usaha-usaha perikanan, baik perikanan laut maupun perikanan darat, harus diusahakan berdirinya koperasi-koperasi perikanan yang anggota- anggotanya terdiri dari para nelayan penggarap, penggarap tambak, buruh perikanan, pemilik tambak dan nelayan pemilik. (2) Koperasi-koperasi perikanan tersebut pada ayat 1 pasal ini bertujuan untuk memperbaiki taraf hidup para anggotanya dengan menyelenggarakan usaha-usaha yang meliputi baik bidang produksi maupun yang langsung berhubungan dengan kesejahteraan para anggota serta keluarganya. Pasal 16 (1) Tiap nelayan pemilik wajib memberi perawatan dan tunjangan kepada para nelayan penggarap yang menderita sakit, yang disebabkan karena melakukan tugasnya di laut atau mendapat kecelakaan di dalam melakukan tugasnya. (2) Jika kejadian yang dimaksudkan pada ayat 1 pasal ini mengakibatkan kematian, maka nelayan pemilik yang bersangkutan wjib memberi tunjangan yang layak kepada keluarga yang ditinggalkannya. (3) Oleh Pemerintah diadakannya peraturan tentang penyelenggaraan ketentuan-ketentuan dalam pasal ini. BAB IX Pemasaran Hasil Usaha Perikanan Pasal 17 Pemasaran hasil usaha penangkapan dan pemeliharaan ikan, baik perikanan laut maupun perikanan darat dilakukan menurut cara dan dengan harga yang disetujui bersama oleh nelayan pemilik/pemilik tambak dan nelayan penggarap/penggarap tambak. BAB X Pengawasan dan Penyelesaian Perselisihan Pasal 18 (1) Oleh Menteri Perikanan diadakan ketentuan-ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini dan cara-cara pelaksanaan pengawasannya. (2) Didalam menyelenggarakan pengawasan yang dimaksudkan dalam ayat 1 pasal ini diikut- sertakan pula organisasi-organisasi tani dan nelayan yang menjadi anggota Front Nasional setempat. Pasal 19 (1) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 13, maka perselisihan-perselisihan yang timbul didalam melaksanakan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini dan. peraturan- peraturan pelaksanaan diselesakan secara musyawarah oleh fihak-fihak yang berselisih bersama-sama dengan Panitya Landreform Desa jika mengenai perikanan darat atau suatu Panitya Desa akan dibentuk jika mengenai perikanan laut. (2) Jika dengan cara demikian tidak dapat diperoleh penyelesaian, maka soalnya diajukan depan Panitya Landreform Kecamatan jika mengenai perikanan laut, untuk mendapatkepuasan. (3) Terhadap keputusan Panitya tersebut pada ayat 2 pasal ini dapat dinyatakan banding kepada Panitya Landreform Daerah Tingkat II yang bersangkutan, jiak mengenai perikanan darat atau suatu Panitya Daerah Tingkat II yang akan dibentuk jika mengenai perikanan laut. (4) Khusus untuk keperluan penyelesaian perselisihan sebagai yang dimaksudkan dalam ayat 2 dan 3 pasal ini keanggotaanPanitya Landreform ditambah dengan pejabat dari Dinas Perikanan Darat yang bersangkutan dan paling banyak 3 orang wakil organisasi-organisasi tani dan nelayan yang ditunjuk oleh Front Nasional setempat, jika mereka itu dalam susunan Panitya sekarang ini belum menjadi anggota tetap. BAB XI Ketentuan Pidana dan lain-lain Pasal 20 Dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan atau denda sebanyak- banyaknya Rp.10.000,- (sepuluh ribu rupiah) karena melakukan pelanggaran: a. nelayan pemilik atau pemilik tambak yang mengadakan perjanjian bagi-hasil dengan syarat- syarat yang mengurangi ketentuan dalam pasal 3 dan 4 atau Penetapan Pemerintah Daerah yang dimaksudkan dalam pasal 5; b. barangsiapa melanggar larangan yang dimaksudkan dalam pasal 8 ayat 3; c. nelayan pemilik atau pemilik tambak yang melanggar larangan yang dimaksudkan dalam pasal 19 ayat 1; d. barangsiapa menjadi perantara antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap atau pemilik tambak dan penggarap tambak, dengan maksud untuk memperoleh keuangan bagi dirinya sendiri. Pasal 21 Undang-undang ini dapat disebut "Undang-undang Bagi-Hasil Perikanan" dan mulai berlaku pada hari diundangkannya. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1964 Pd. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd Dr. SUBANDRIO. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1964 SEKRETARIS NEGARA, ttd MOHD. ICHSAN